· Perang Parit dan ambisi imperialisme Muhammad
· Muhammad dan pembantaian terhadap suku Yahudi Qurayzah
· Pelecehan terhadap kaum wanita suku Mustaliq
· Perjanjian Hudaybiyya: sebuah rancangan kenyamanan
· Pengepungan Khaybar dan diracunnya Muhammad
Perang Parit
Setelah pengusiran terhadap Bani Qaynuqa dan Nadir dari Medina, beberapa orang Yahudi yang masih tinggal mendekati orang Quraysh, menawarkan sebuah kesepakatan untuk melawan Muhammad dan orang-orang Muslim. Orang Quraysh langsung menerimanya dan bertanya pada mereka: “Kalian, orang Yahudi, adalah para ahli kitab yang pertama dan mengetahui natur pertikaian kami dengan Muhammad. Manakah yang lebih hebat, agama kami atau agamanya?”(1) Orang-orang Yahudi menjawab, seperti yang diharapkan dalam keadaan itu, bahwa tentu saja agama pagan orang Qurayshlah yang lebih baik. Ketika Muhammad mendengar hal ini, Allah memberinya sebuah wahyu: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah” (Sura 4:51-52).
Muhammad, yang diingatkan akan kesepakatan yang baru itu, memerintahkan agar sebuah parit digali mengelilingi Medina. Usaha yang besar ini memerlukan banyak tenaga manusia: banyak orang Muslim diwajibkan untuk melakukan pelayanan ini, namun demikian banyak juga yang enggan. Hanya sedikit orang yang meminta ijin Muhammad untuk tidak ikut dalam proyek ini, dan beberapa diantara mereka memberikan alasan yang tidak-tidak. Oleh karena itu Muhammad kemudian menerima sebuah wahyu lainnya, yang mengingatkan mereka bahwa orang Muslim sejati tidak menganggap enteng perintah-perintah nabi Islam:
“..maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (Sura 24:62-63).
Insiden-insiden seperti ini menegaskan perintah-perintah ilahi dan meninggikan status Muhammad di antara orang Muslim. Ketika kerusuhan mengenai kartun-kartun Muhammad yang dibuat oleh orang Denmark mengguncang dunia pada akhir tahun 2005 dan awal 2006, banyak orang non-Muslim tidak memahami reaksi kemarahan orang Muslim. Setidaknya kemarahan itu berhubungan dengan fakta bahwa di dalam Qur’an berulangkali Allah sangat menghargai nabi-Nya dan siap untuk memerintahkan apa yang akan menyenangkannya. Bagi orang yang menerima Qur’an sebagai sebuah wahyu yang otentik, ini terutama sekali menempatkan Muhammad pada posisi yang penting.